Rest Area Cibubur Resmi Miliki Teknologi Pengolahan Limbah Organik Pertama di Indonesia
Jakarta, 1 Februari 2023 – Fasilitas pengolahan limbah organik dengan teknologi Bio-Conversion yang memanfaatkan Lalat Tentara Hitam/Black Soldier Fly (BSF) atau Hermetia illucens resmi dioperasikan di Rest Area Cibubur. Rest area yang terletak di jalan tol Jagorawi KM 10 ini adalah rest area pertama di Indonesia yang menerapkan fasilitas tersebut.
Fasilitas pengolahan limbah organik dengan teknologi Bio-Conversion dengan memanfaatkan Lalat Tentara Hitam (BSF) ini dirancang untuk menampung sekaligus mengatasi limbah organik di Rest Area Cibubur agar dapat bersih dalam sehari. Rest Area Cibubur ini dikelola oleh PT Bimaruna Marga Jaya yang merupakan bagian usaha dari Korindo Group.
Peresmian fasilitas pengolahan limbah organik di Rest Area Cibubur ini dilakukan oleh Kementerian PUPR, Yayasan Korindo dan Yayasan Forest For Life Indonesia (FFLI) pada Rabu (1/2). Selain itu Sekjen Yayasan Korindo, Mr. Seo Jeongsik, Sekjen PUPR, Ir. Muhammad Zaenal Fatah, Direktur Jenderal Cipta Karya, Ir. Diana Kusumastuti, MT dan Counsellor Kedutaan Besar Korea Selatan, Mr. Lee Joonsan juga turut hadir dalam kegiatan ini.
Kehadiran stakeholder menjadi momentum penting untuk memperkenalkan pendekatan teknologi Bio-Conversion BSF yang diharapkan dapat diadopsi guna mengatasi masalah pengelolaan sampah di rest area atau pun tempat-tempat lainnya.
“Sebagai salah satu bentuk tanggung jawab para pengelola rest area jalan tol, sudah sepantasnya untuk memiliki fasiltas seperti ini. Jangan lagi memindahkan masalah sampah organik ke tempat lain. Jika dapat diselesaikan di tempat mengapa harus dibawa-bawa sampai ke hilir,” ucap Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono dalam pernyataannya.
Basuki seraya menambahkan bahwa pihaknya menyampaikan penghargaan kepada Korindo Group dan Forest fo Life Indonesia yang telah mempelopori pembangunan fasilitas ini, dan berharap agar nantinya semakin banyak pihak yang mengikuti langkah Korindo Group dan FFLI dalam membangun fasilitas-fasilitas inovatif di rest area maupun tempat-tempat umum lainnya.
Fasilitas pengolahan limbah organik dengan teknologi Bio-Conversion yang dibangun atas kerja sama Yayasan Korindo dengan Yayasan FFLI ini berkapasitas sampai dengan 1 ton sampah organik setiap hari. Rest Area Cibubur dipilih sebagai lokasi pembangunan fasilitas Bio-Conversion BSF karena merupakan salah satu sumber limbah organik yang perlu diselesaikan permasalahannya langsung di tempat. Cara yang sama juga dapat diterapkan di lokasi sumber-sumber limbah organik lainnya, seperti pasar tradisional, kawasan industri, perkantoran, dan perumahan.
“Selain bermanfaat bagi lingkungan, fasilitas ini diharapkan bisa menciptakan peluang ekonomi baru. Hal ini dikarenakan, Yayasan Korindo akan mengembalikan keuntungan yang muncul dari proyek ini untuk program-program pengembangan masyarakat dan lingkungan,” ungkap Ketua Yayasan Korindo, Mr. Robert Seung.
Mr. Robert Seung berharap Bio-Conversion BSF di Rest Area Cibubur mampu mendulang sukses sebagaimana Bio-Conversion BSF dengan kapasitas 4 ton perhari di Lombok yang telah dibangun melalui dukungan dana dari Yayasan Korindo pada tahun 2017 lalu. Pada proyek ini FFLI menjalin Kerjasama dengan Pemda Provinsi NTB memantau pengoperasiannya sampai saat ini. Maka tak heran jika proyek ini dijadikan salah satu prototype penanganan sampah di Lombok.
“Fasilitas-fasilitas ini tentunya tidak bisa berjalan dengan lancar tanpa adanya kolaborasi dari FFLI serta dukungan dari pemerintah setempat. Oleh karena itu, tidak lupa kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas kerja sama yang baik dari semua pihak yang terlibat,” ucap Mr. Robert Seung.
Lebih lanjut, Mr. Robert Seung mengatakan bahwa melalui Yayasan Korindo, perusahaan-perusahaan yang berada dibawah naungan Korindo Group sejatinya telah berkontribusi dalam mendukung upaya-upaya mengembalikan keseimbangan alam di Indonesia.
“Yayasan Korindo telah terjun langsung dalam project-project pelestarian lingkungan seperti pembangunan Hutan Kota Pakansari, Hutan Kota Pondok Rajeg, hingga program konservasi di Papua. Lewat terobosan-terobosan yang dilakukan tersebut, kami selalu berupaya untuk memberikan kontribusi bagi masyarakat dan lingkungan,” ujarnya.
Sementara itu, selain bertujuan untuk mengatasi permasalahan lingkungan, Menurut Ketua Yayasan FFLI, DR. Hadi Pasaribu, fasilitas Bio-Conversion ini juga berperan dalam memberi solusi melalui penciptaan lingkungan yang bersih dan sehat, menyelesaikan masalah sampah di hulu, menyediakan sumber protein, lemak dan chitin, mengembalikan kesuburan tanah, serta berperan dalam upaya mitigasi perubahan iklim.
“Semakin banyak fasilitas Bio-Conversion yang dibangun, maka semakin besar manfaat yang dihasilkan untuk memperbaiki kualitas lingkungan hidup kita,” jelasnya.
Senada dengan Ketua Yayasan FFLI, tokoh penggiat BSF di Indonesia, Prof. Agus Pakpahan juga mendorong agar fasilitas-fasilitas seperti ini dapat dibangun di banyak tempat, sehingga sampah tidak perlu diangkut ke TPA. Selain menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat cara ini banyak memberi manfaat untuk lingkungan hidup dan membentuk ekonomi sirkuler.
Agus juga menyampaikan bahwa sekitar 60%-70% sampah yang ada di TPA berupa sampah organik. Mengatasi sampah organik di hulu atau di sumber sampah akan menyederhanakan manajemen sampah. Agus Pakpahan juga menyinggung perilaku masyarakat dalam membuang sampah dengan mengatakan “Seharusnya setiap orang bisa bertanggung jawab mengurus sampahnya sendiri”.
Metode pengelolaan sampah dengan Bio-Conversion BSF merupakan pendekatan biologis untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang timbul akibat perilaku manusia, karena pada dasarnya alam telah diciptakan dalam keseimbangan. Teknologi Bio-Conversion BSF menawarkan solusi terhadap kelebihan suplai limbah organik yang melebihi kapasitas alamiah.
Metode Bio-Conversion Organic dengan menggunakan Lalat Tentara Hitam relatif aman bagi lingkungan. Dari sekitar 800 jenis yang ada di muka bumi, Lalat Tentara Hitam merupakan jenis yang paling berbeda, karena tidak bersifat patogen atau membawa agen penyakit.
Pada metode ini, larva Lalat Tentara Hitam akan mengurai sampah organik yang dihasilkan oleh aktivitas manusia. Setelah optimal mengurai sampah organik, larva-larva tersebut bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak, seperti ayam atau ikan karena kaya akan asam amino dan protein. Proses inilah yang pada akhirnya membentuk ekonomi sirkuler, di mana prospek ekonomi baru terjadi. (PR)
Komentar
Posting Komentar